Selasa, 05 Februari 2013

and Life must Go-On

selamat siang,

sudah lama sekali aku tidak menulis blog. yah,, rasanya hampir bertahun-tahun. rasa kebosanan yang teramat sangat telah menggerogoti pikiranku saat ini. kehidupan ini. yah, sekali lagi... ini tentang kehidupan. tentang yang aku rasakan saat ini, pernahkah terbesit dari pikiran kalian, mau jadi apa gue yang sekarang ini?

sepertinya sudah terlambat. ya, sangat terlambat. seharusnya tujuan hidup sudah terarahkan sejak aku duduk di bangku kelas 9. namun, sekali lagi apa daya, toh aku jalani saja alur hidupku sampai sekarang. aku yang sama sekali tidak menginginkan masuk sekolah teknik, dan aku yang sama sekali tidak menginginkan bekerja setelah tamat sekolah, dan aku yang... hmmm... lupakan.

yah, rasanya senang sekali jika aku kembali ke masa lalu. walaupun aku tahu tak pernah akan bisa kembali lagi ke sana. masa lalu adalah masa dimana pikiran ini hanya dipenuhi dengan apa yang akan kulakukan besok, seperti PR, bermain, belajar bersama teman-teman, tidak pernah terpikirkan mau makan apa besok, atau hal-hal dewasa lainnya, oohh.. sungguh indah sekali.

rasanya, aku perlu banyak menyesali kenapa aku tidak pernah bisa mnikmati keadaan yang sudah aku terima sampai sekarang. aku terkesan introvert. padahal aku tahu, banyak orang yang melihatku, mendukungku, mendorongku dari belakang, namun aku selalu merasa kesepian dan sendirian... seakan tak ada yang mau memperhatikanku.

aku teringat sewaktu aku duduk di kursi menengah pertama. aku punya teman, Rendi namanya. entah apa yang dia lakukan sekarang, mungkin tidak seburuk apa yang telah aku lakukan sekarang. dulu, aku bertemu dengannya saat pulang bersama teman-teman sekolah dasarku. kebetulan dia searah, maka aku, dia, dan teman-temanku pulang bersama. aku pun naik kelas 8. semua teman-temanku memisahkan diri. ada yang masuk pagi, ada juga yang masuk siang. kebetulan sekali aku dan Rendi sama-sama masuk siang. entah karena apa.. kami jadi menjadi dekat. seperti sahabat. kami pulang bersama, jalan bersama, saling menunggu jika salah satu dari kami keluar kelas duluan. sampai teman-teman kami yang lain pun heran kenapa kami bisa menjadi begitu akrab. aku jadi teringat saat kami yang sepakat untuk menyisihkan uang jajan kita yang sedikit, untuk makan semangkuk bakso rudal di pinggir stasiun kereta api. kami makan bersama dan pulang rela jalan kaki sampai rumah karena uang kami yang habis untuk makan bakso. hahaha..




di kelas 9, dia pun pernah menanyakan sesuatu kepadaku. "Hey, setelah ini.. kau mau kemana?" sejenak kupikirkan, "Eh? Rencanaku sih masuk sekolah yang sama denganmu. Dan kawan-kawan kita yang lain."

namun rencana hanya sebatas rencana. aku yang saat itu belum memahami kondisi keluargaku yang bisa dibilang kurang berkecukupan untuk masuk sekolah menengah umum. padahal, kupikir.. sama saja, kan? keluargaku menyuruhku untuk masuk sekolah teknik yang di dalamnya total berisi laki-laki sepenuhnya. dan lulusannya di-cap akan cepat mendapatkan pekerjaan. aku yang saat itu masih labil dan hanya mementingkan kesenangan pribadi, menolak mentah-mentah anjuran kedua orang tuaku itu. aku ingin bersama kawan-kawanku yang lain.

"Ini tidak seperti yang kupikirkan! Aku yang sekolah, jadi aku yang menentukan. Jika mau kalian aku sekolah di sekolah teknik, kalian saja yang sekolah!", bentakku kepada orang tua-ku. dan seakan tak mau kalah, salah satu dari orang tua-ku menjawab, "Oke, jika itu mau-mu, lebih baik aku tidak menyekolahkanmu sama sekali."

what dzee....~~~????!!!

kukubur cita-citaku dalam-dalam. rasa hancur, dan rasa penuh kebimbangan telah memenuhi pikiranku sejak saat itu. sejak kecil aku jago menggambar. aku juga senang sekali disuguhkan gambar sketsa rumah, dan sejak kelas dua bangku sekolah dasar, aku mampu menggambar sketsa rumah. bahkan, aku menggambar sketsa rumah impianku. hmm,, hal yang sangat jarang dilakukan anak seumuranku, kaaan~??

aku sadar, impianku akan gagal mulai saat ini. aku ingin menjadi seorang arsitek. penulis pun, sepertinya aku cukup berbakat. berkali-kali aku menyalurkan bakat menulisku  di majalah dinding sekolah, dan ada beberapa dari hasil karyaku yang di-posting oleh pihak sekolah. senangnya kala itu. namun, aku juga menyadari akan kemampuan kedua orang tua-ku yang kiranya tidak akan mampu menyekolahkanku sampai ke perguruan tinggi. maka, aku memilih jalur sekolah kejuruan.

kemudian, aku pun mengucapkan kalimat perpisahan pada sahabatku, Rendi. dia juga tahu keadaanku. dia pun maklum. dia juga ikut mendo'akanku agar aku bisa menjalani kehidupanku kedepannya.
sejak saat kami berpisah sekolah, aku jarang melihatnya. aku berangkat sekolah menggunakan angkutan umum, sedangkan dia menggunakan sepeda motor. hal yang tidak mungkin jika kita bertemu di dalam satu angkutan umum, kan?

but, Life must go on..

Rendi Rendi yang baru pun sepertinya akan ada di kehidupan nanti. ternyata dugaanku tak pernah meleset. aku menemukan sesorang yang sepertinya mau menerima keadaanku yang seperti ini. dia yang memahamiku, tak pernah mengeluh akan sifat kekanakanku yang amat sangat menjengkelkan untuk seorang laki-laki, dan apapun itu.. sepertinya dia rela menjadi sahabatku. namanya Slamet. mulai dari kelas 10 sampai di kelas 12, aku duduk bersama dia. tentang kehidupannya, aku tahu. bahkan kekasihnya pun aku yang menjodohkannya. bahkan hingga saat ini, kudengar.. slamet masih bersama Ana, sang kekasih pujaan hatinya itu.

kehidupan di sekolah yang totally laki-laki semua itu, tidak cukup buruk. setidaknya, aku bisa cuek-bebek tentang kemerosotanku di bidang olah raga. toh, semua laki-laki. jadi, aku tidak pernah merasa malu akan ketidak mampuanku. walaupun kerap kali badanku yang kecil ini menjadi bahan ejekan, atau kerap kali menjadi bahan bullying, aku tahu apa yang sebaiknya aku lakukan. menangis? sepertinya tidak. walaupun pernah aku lakukan itu diam-diam di toilet karena sudah tak tahan atas pengintimidasian teman-temanku yang lain. yah, itu hanya sekali. cukup sekali.

setidaknya aku memang beruntung menjalani kehidupan yang seperti ini. ya, benar. Life must go on.
ada gemercik cahaya harapan yang sepertinya menantiku di ujung sana. kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi hari esok, namun kita pasti bisa melaluinya. bukankah senang memiliki hari esok?

dengan aku syukuri dunia itu, aku bersyukur aku bisa dipertemukan dengan seseorang yang mampu mengubah hidupku, mengubah cara pikiranku, mengubah sikapku selama ini, ya.. Princess. aku sangat bersyukur aku hidup dengan kondisi seperti ini jika mengingat dia. jika aku tidak masuk sekolah kejuruan, aku tidak akan pernah mengenal sang Princess, sahabat-sahabatku seperti Slamet, Taupan, Bonanza, Nasrul, dan yang lainnya.

dan sekarang, aku telah mengarungi kehidupan ini selama hampir dua puluh tiga tahun lamanya, aku sadar betapa banyaknya hal-hal bodoh yang telah aku lakukan sampai saat ini. mulai dari hal yang buruk, menjengkelkan, menjijikan.. yang bahkan tak seorangpun pernah memikirkan.

normal? ya, aku rasa semua itu normal. kadang aku menjadi orang yang sangat suci, jauh dari kesalahan, namun terkadang aku juga bisa menjadi seseorang yang amat sangat jahat, mengutuk orang, melakukan hal yang konyol dan menjijikan, dan hal gila lainnya. jika aku memikirkannya, aku mungkin bisa saja ingin menangis, walaupun aku ini laki-laki. ya, tidak salah kan laki-laki itu menangis?? namun, aku mampu menahannya sampai saat ini.

ya, benar. manusia itu memiliki banyak macam warna. ada yang putih bersih, namun ada pula yang hitam dan kotor. aku tidak tahu apa warna dari diriku. aku cuma membiarkan segala yang terjadi di dunia ini berjalan, mengalir, yah.. walaupun itu sebenarnya tidak dianjurkan.. namun sepertinya aku sangat menikmati hal itu.




aku sadar, sepahit apapun.. seindah apapun.. kehidupan ini..
jika kita menjalaninya, menikmatinya, dan mengikuti apa yang telah ditakdirkan kepada kita..
ingatlah bahwa
kita pasti bisa menjalaninya, sampai hari esok, dan esoknya..

bukankah menyenangkan memiliki hari esok?